Senin, 06 Juni 2016

Pengelolaan Limbah Industri

Keberadaan sektor industri dalam kurun waktu pembangunan nasional, bahkan hingga saat ini masih tetap dipandang sebagai salah satu sektor vital dalam konstelasi pembangunan ekonomi indonesia. Pandangan dan komitmen ini tidak berlebihan karena kontribusi dan peran yang diberikan oleh sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi indonesia menurut para ahli semakin berarti karena secara keseluruhan sektor industri dan manufaktur memberikan kontribusi sebesar 40% hingga 60% terhadap pendapatan kotor nasional.
Beberapa bentuk industri yang menjadi tumpuan pembangunan nasional, seperti industri primer (Pertanian dan pertambangan), industri sekunder (manufaktur dan konstruksi) dan industri tertier (transportasi dan komunikasi).
Disadari atau tidak, semakin tinggi intensitas kegiatan produksi yang dilakukan industri, semaki tinggi pula dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup. Hal ini disebabkan oleh tingkat pembuangan limbah industrinya kemungkinan tinggi sehingga berpotensi pula merusak atau mencemari lingkungan hidup.
Limbah yang berasal dari industri menurut Wahyono hadi pada umumnya mengandung bahan organik dan anorganik dalam jumlah yang cukup besar. Bahan organik yang terurai secara biologis mengakibatkan timbulnya BOD (Biochernical Oxygen Demand), sedangkan yang tidak terurai menyebabkan tingginya COD (Chemical Oxygen Demand). Bahan anorganik mungkin hanya zat kimia biasa, tetapi bisa juga menjadi zat beracun dan berbahaya.
a.    Prinsip – prinsip Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan limbah industri baik cair maupun padat dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, menyiratkan beberapa prinsip dasar acuan pengelolaan limbah industri tersebut, antara lain :
1.        Limbah industri tidak boleh terakumulasi di alam sehingga dapat mengganggu siklus materi dan nutrien ;
2.        Pembuangan limbah industri harus dibatasi pada tingkat yang tidak melebihi daya dukung lingkungan untuk menyerap pencemaran ; dan
3.        Sistem tertutup penggunaan materi seperti daur ulang dan pengomposan harus dimaksimasi.
b.    Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3)
       Kegiatan pembangunan faktor industri disadari bahwa pada satu pihak akan
Menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup masyarakat, tetapi
Pada pihak lain sektor industri ini juga akan menghasilkan limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Dalam UUPLH disebutkan, bahwa berbahaya dan beracun itu.
"adalah setiap bahan yang karena sifat dan konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain"
Berdasarkan makna bahan berbahaya dan beracun yang dirumuskan dalam UUPLH tersebut, aktivitas proses produksi yang dilaukan oleh perusahaan – perusahaan industri nasional termasuk industri tekstil dimungkinkan dapat menggunakan bahan – bahan kimia yang tergolong kedalam klasifikasi bahan berbahaya dan beracun. Hal ini disebabkan penggunaan bahan – bahan kimia yang tergolong B3 itu hampir terus dibutuhkan dalam menunjang berbagai kegiatan sektor industri di indonesia.
c.    Studi Kasus, Analisis beserta Saran Perbaikan
PT. Sritek (Sri Rejeki Isman Sritex) merupakan industi tekstil berorientasi ekspor dengan produk tekstil unggulan antara lain : Bellint, Accura, Galant, Legent, dan Integra. Sekitar 51% produknya diekspor, sedangkan 49% sisanya dipasarkan di dalam negeri. Industri ini terletak di Jl.  K H. Samanhudi No. 88 Jetis Sukoharjo Solo Jawa Tengah.
Beberapa proses pembuatan tekstil di PT. Sritex yang menghasilkan limbah yang besar adalah: proses Texturizing, Twisting, Sizing, Weaving, dan Proses Finishing. Diantara beberapa proses tersebut proses finishing merupakan proses yang palin banyak menghasilkan limbah, sehingga pada pembahasan kali ini akan lebih di fokuskan untuk penanganan limbah pada bagian tersebut.
Limbah pada proses finishing, sebagian besar di sebabkan oleh proses Dyeing (pencelupan). Secara umum pada proses ini terdapat limbah yang memang seharusnya ada, dan limbah yang dapat dihindari, pada kajian dari prespektif ilmu Teknik Industri ini tidak dibahas mengenai limbah yang sewajarnya ada, karena hal tersebut adalah bidang kajian Teknik Kimia dan Teknik Mesin. Pengamanan di lapangan dengan analisa menggunakan diagram fishbone didapatkan beberapa masalah yang harus diselesaikan, yaitu :
1. Penjadwalan produksi di mesin Dyeing dan Scouring tidak ada
2. Standar Operasi Mesin tidak dijalankan 
3. Good House Keeping tidak baik pada
a. Ruang Pencampuran Obat
b. Penanganan Transportasi  
4. Sistem penanganan limbah masih menggunakan prinsip eksternalitas 
5. Tidak terdapat flow meter dan pemisahan effluent 
6. Tidak dilakukan upaya re-use-air bersih dan zat kimia
7. Konsep Ergonomi tidak dilaksanakan pada :
a. Peralatan pencampuran obat
b. Pelabelan pallet.
Dari hasil penggalian masalah di atas, maka dapat dilakukan beberapa hal untuk memperbaikinya. Usulan perbaikan tersebut dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini :

1.    Penjadwalan produksi
Uraian Perbaikan : Penjadwalan Produksi dilakukan hingga tingkat per mesin, Khusus pada mesin Dyeing akan menjadi mesin kritis.
Keterangan           :    Menarik produk untuk menerapkan JIT dan Mempermudah   
                                    upaya perencanaan pengiriman.
2.    Standar Operasi
       Uraian Perbaikan :  Setiap kain yang akan diproses harus terdapat standar
operasinya, tidak hanya didasarkan pada pengalaman operator dan Setiap mesin hanya menerima bahan baku yang siap proses.
       Keterangan           :  Meletakkan permasalahan pada tempatnya.
3.    Pelaksanaan good House Keeping dan Ergonomi
       Uraian Perbaikan :  Tempat obat harus dengan cara pemberian kode, tulisan,
                                          warna atau tempat tertentu. Alat untuk mencampur obat
                                          harus standar (terdapat ukuran ml/melalui penimbangan),
                                          bukan berdasarkan pengalaman. Pallet ID memiliki contoh
                                          warna kain jadi, serta dilengkapi informasi standar proses
                                          yang jelas.
       Keterangan           :  Mengurangi kesalahan operator.
4.    Reuse air dan Zat Kimia
       Uraian Perbaikan :  Melakukan pengkajian kemungkinan diterapkan ultra
                                         filiration  untuk reuse zat kimia dan Memasang flow meter
                                         dan disagresasi limbah scouring untuk pembilasan mesin
                                         dyeing setelah digunakan.
       Keteragan             :  Penelitian Kremer F (1994) ultrafiltrasi mampu
                                         mendapatkan PVA, sehingga BOD limbah berkurang hingga
                                        80%. Mencoba mengurangi penggunaan air bersih untuk
                                        pembilasan mesin dyeing.
5.    Prinsip eksternalitas
       Uraian Perbaikan :  Sistem administrasi pengolahan limbah dimasukkan pada
                                         departemen yang menghasil-kan limbah tersebut.
       Keterangan           :  Merangsang departemen finishing untuk peduli terhadap
                                     Upaya minimasi limbah yang dihasilkan.






Sumber          : lppmbantara.com/darsini009.html