Pengelolaan
Limbah Industri
Keberadaan
sektor industri dalam kurun waktu pembangunan nasional, bahkan hingga saat ini
masih tetap dipandang sebagai salah satu sektor vital dalam konstelasi
pembangunan ekonomi indonesia. Pandangan dan komitmen ini tidak berlebihan karena
kontribusi dan peran yang diberikan oleh sektor industri terhadap pertumbuhan
ekonomi indonesia menurut para ahli semakin berarti karena secara keseluruhan
sektor industri dan manufaktur memberikan kontribusi sebesar 40% hingga 60%
terhadap pendapatan kotor nasional.
Beberapa
bentuk industri yang menjadi tumpuan pembangunan nasional, seperti industri
primer (Pertanian dan pertambangan), industri sekunder (manufaktur dan
konstruksi) dan industri tertier (transportasi dan komunikasi).
Disadari
atau tidak, semakin tinggi intensitas kegiatan produksi yang dilakukan
industri, semaki tinggi pula dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup. Hal
ini disebabkan oleh tingkat pembuangan limbah industrinya kemungkinan tinggi
sehingga berpotensi pula merusak atau mencemari lingkungan hidup.
Limbah
yang berasal dari industri menurut Wahyono hadi pada umumnya mengandung bahan
organik dan anorganik dalam jumlah yang cukup besar. Bahan organik yang terurai
secara biologis mengakibatkan timbulnya BOD (Biochernical Oxygen Demand),
sedangkan yang tidak terurai menyebabkan tingginya COD (Chemical Oxygen
Demand). Bahan anorganik mungkin hanya zat kimia biasa, tetapi bisa juga
menjadi zat beracun dan berbahaya.
a. Prinsip – prinsip Pengelolaan Limbah
Industri
Pengelolaan
limbah industri baik cair maupun padat dalam kerangka pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup, menyiratkan beberapa prinsip dasar acuan
pengelolaan limbah industri tersebut, antara lain :
1.
Limbah industri tidak
boleh terakumulasi di alam sehingga dapat mengganggu siklus materi dan nutrien
;
2.
Pembuangan limbah
industri harus dibatasi pada tingkat yang tidak melebihi daya dukung lingkungan
untuk menyerap pencemaran ; dan
3.
Sistem tertutup
penggunaan materi seperti daur ulang dan pengomposan harus dimaksimasi.
b. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3)
Kegiatan pembangunan faktor industri disadari bahwa pada satu
pihak akan
Menghasilkan barang yang
bermanfaat bagi kesejahteraan hidup masyarakat, tetapi
Pada pihak
lain sektor industri ini juga akan menghasilkan limbah yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun (B3). Dalam UUPLH disebutkan, bahwa berbahaya dan beracun itu.
"adalah
setiap bahan yang karena sifat dan konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain"
Berdasarkan
makna bahan berbahaya dan beracun yang dirumuskan dalam UUPLH tersebut,
aktivitas proses produksi yang dilaukan oleh perusahaan – perusahaan industri
nasional termasuk industri tekstil dimungkinkan dapat menggunakan bahan – bahan
kimia yang tergolong kedalam klasifikasi bahan berbahaya dan beracun. Hal ini
disebabkan penggunaan bahan – bahan kimia yang tergolong B3 itu hampir terus
dibutuhkan dalam menunjang berbagai kegiatan sektor industri di indonesia.
c. Studi Kasus, Analisis beserta Saran Perbaikan
PT.
Sritek (Sri Rejeki Isman Sritex) merupakan industi tekstil berorientasi ekspor
dengan produk tekstil unggulan antara lain : Bellint, Accura, Galant, Legent,
dan Integra. Sekitar 51% produknya diekspor, sedangkan 49% sisanya dipasarkan
di dalam negeri. Industri ini terletak di Jl.
K H. Samanhudi No. 88 Jetis Sukoharjo Solo Jawa Tengah.
Beberapa
proses pembuatan tekstil di PT. Sritex yang menghasilkan limbah yang besar
adalah: proses Texturizing, Twisting, Sizing, Weaving, dan Proses Finishing. Diantara beberapa proses tersebut proses finishing merupakan proses yang palin banyak menghasilkan limbah, sehingga pada pembahasan kali ini akan lebih di fokuskan untuk penanganan limbah pada bagian tersebut.
Limbah
pada proses finishing, sebagian besar di sebabkan oleh proses Dyeing
(pencelupan). Secara umum pada proses ini terdapat limbah yang memang
seharusnya ada, dan limbah yang dapat dihindari, pada kajian dari prespektif
ilmu Teknik Industri ini tidak dibahas mengenai limbah yang sewajarnya ada,
karena hal tersebut adalah bidang kajian Teknik Kimia dan Teknik Mesin. Pengamanan
di lapangan dengan analisa menggunakan diagram fishbone didapatkan beberapa
masalah yang harus diselesaikan, yaitu :
1.
Penjadwalan produksi di mesin Dyeing dan Scouring tidak ada
2.
Standar Operasi Mesin tidak dijalankan
3.
Good House Keeping tidak baik pada
a.
Ruang Pencampuran Obat
b.
Penanganan Transportasi
4.
Sistem penanganan limbah masih menggunakan prinsip eksternalitas
5.
Tidak terdapat flow meter dan pemisahan effluent
6.
Tidak dilakukan upaya re-use-air bersih dan zat kimia
7.
Konsep Ergonomi tidak dilaksanakan pada :
a.
Peralatan pencampuran obat
b.
Pelabelan pallet.
Dari hasil penggalian masalah di atas, maka dapat dilakukan
beberapa hal untuk memperbaikinya. Usulan perbaikan tersebut dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini :
1. Penjadwalan produksi
Uraian Perbaikan : Penjadwalan Produksi dilakukan hingga tingkat
per mesin, Khusus pada mesin Dyeing akan menjadi mesin kritis.
Keterangan : Menarik produk untuk menerapkan JIT dan
Mempermudah
upaya perencanaan pengiriman.
2. Standar Operasi
Uraian Perbaikan : Setiap
kain yang akan diproses harus terdapat standar
operasinya, tidak hanya didasarkan pada
pengalaman operator dan Setiap mesin
hanya menerima bahan baku yang siap proses.
Keterangan :
Meletakkan permasalahan pada tempatnya.
3. Pelaksanaan good House Keeping dan Ergonomi
Uraian Perbaikan : Tempat
obat harus dengan cara pemberian kode, tulisan,
warna atau tempat tertentu. Alat untuk
mencampur obat
harus standar (terdapat ukuran ml/melalui
penimbangan),
bukan berdasarkan pengalaman. Pallet ID
memiliki contoh
warna kain jadi, serta dilengkapi
informasi standar proses
yang
jelas.
Keterangan :
Mengurangi kesalahan operator.
4. Reuse air dan Zat Kimia
Uraian Perbaikan : Melakukan
pengkajian kemungkinan diterapkan ultra
filiration
untuk reuse zat kimia dan Memasang flow meter
dan disagresasi limbah scouring untuk
pembilasan mesin
dyeing setelah digunakan.
Keteragan : Penelitian
Kremer F (1994) ultrafiltrasi mampu
mendapatkan PVA, sehingga BOD limbah
berkurang hingga
80%. Mencoba mengurangi penggunaan air
bersih untuk
pembilasan mesin dyeing.
5. Prinsip eksternalitas
Uraian Perbaikan : Sistem
administrasi pengolahan limbah dimasukkan pada
departemen yang menghasil-kan limbah
tersebut.
Keterangan :
Merangsang departemen finishing untuk peduli terhadap
Upaya minimasi limbah yang dihasilkan.
Sumber : lppmbantara.com/darsini009.html